Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Contoh cerpen pendek, cita-citaku

Contoh cerpen pendek, cita-citaku 


Masih ingatkah Anda apa yang sempat dikatakan oleh mantan presiden pertama kita (Bung Karno) “Bercita-citalah engkau setinggi langit, maka kamu akan jatuh diatara bintang-bintang”. Kalimat tersebut memberikan arti yang sangat dalam jika kita renungkan.

      Bayu adalah seorang remaja yang dilahirkan dari keluarga kurang mampu. Bukan hanya dilahirkan dari keluarga yang kurang berkecukupan, tetapi Bayu juga sangat tidak beruntung karena kondisi keluarganya jauh dari apa yang dia ekspektasikan.

    Namun, Bayu adalah sosok remaja yang kuat. Dia tidak ingin selamanya merasa terpenjara dengan keadaan yang menyulitkan dia. Bayu tetap berpikir menggunakan naluri sehatnya, dan terus berusaha untuk merubah keadaannya.

       Bayu memiliki sebuah cita-cita terpuji layaknya kebanyakan remaja seusianya. Bayu berharap kelak dia dapat mencapai sebuah kesuksesan sebagaimana yang dia harapkan meski disisi lain dia menyadari bahwa untuk merealisasikan hal tersebut dia harus banting tulang, putar otak, mandiri, dan tidak kenal kata menyerah.

      Sebuah hal yang sangat sulit tentunya, untuk menjalani hari-hari seperti layaknya teman-temannya saja Bayu tidak pernah bisa karena kondisi keluarganya yang sangat membingungkan. Namun, Bayu tetap tegar dan berusaha ikhlas menerima apa yang Tuhan Berikan.

        Hidup adalah untuk memberikan yang terbaik, agar kelak kita akan mendapatkan yang terbaik juga. Hal ini selalu disematkan dalam lubuk hati Bayu ketika dia merasa benar-benar lelah dan disakiti oleh kondisinya.

       Melawan hari dan terus berlari, itulah yang tertanam dalam jiwa remaja ini. Sesulit apapun dia ingin melangkah, dia tetap berusaha untuk melawan sedemikian banyak hal yang menjerat akal dan pikirannya.

      Bayu ingin sukses, dia tidak memberikan ukuran kesuksesannya, yang dia katakan hanya “ketika dirimu menjadi lebih baik dalam hal apapun, maka kamu adalah orang yang sukses”. Begitulah apa yang dikatakan oleh Bayu.

       Hari demi hari, tahun demi tahun, perjalanan demi perjalanan akhirnya Bayu benar-benar mampu menapakkan kaki dilandasan dimana dia kian dekat dengan impiannya.

Cerpen pendek, Rindu Merah Jambu

Cerpen pendek, Rindu Merah Jambu

 Otakku browsing ke masa tiga minggu lalu. Saat pertama melihatmu. Aku terkesiap, sama sekali tak menyangka  parasmu begitu rupawan. Laksana pangeran dalam impian. Dan senyumnya menaburkan gula-gula di hatiku. Aku merasa mulai terpedaya dengan rasa suka.
Di rumah kita berbagi cerita. Dan engkau menabur banyak benih kekaguman di hatiku. Saat kau shalat di rumah, desah khusyu memanggil Rab sungguh mengharu biru. Kuteriakkan dalam hatiku, ” Rab, seperti inilah lelaki pujaanku!”
Lembut matamu memandangku. Kuteriakkan padamu,” jangan menatapku  begitu, Ben. Daku malu!” Kau pun tersenyum kemudian meminum teh botol yang kusuguhkan.
Setelah itu kita sama-sama mengandung rindu. Tapi seperti jumpa perdana, pertemuan berikutnya susah rasanya. Kau dijerat kesibukan luar biasa. Padahal jarak bukan masalah bagi kita. Kau tidak lagi di Perancis sana. Kau ada di Jakarta. Dengan dua jam saja sebenarnya kita bisa bersua.
“Aku rindu,” smsku hari itu.
“Aku juga sangat rindu padamu,” jawabnya.
“Jadi kapan kita dapat bertemu?” tanyaku menghiba.
“Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.”
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun dalam kehidupanku. Sibuk, sibuk dan sibuk.
Jika sibuk itu adalah sebuah bantal, tentu akan kupukul agar dia tidak jadi penghalang pertemuanku lagi. Jika sibuk itu sebuah apel akan kulumat sampai habis, kalau perlu bijinya kutelan sekalian. Tapi sibuk itu telah menjadi mahluk, pembatas rasa rindu kami. Jadinya kuberdoa terus agar engkau tidak lebih mencintai mahluk bernama sibuk itu daripada diriku.
Lama-lama bosan juga melawan si sibuk itu. Kukatakan pagi itu lewat sms.
“Pagi ini kusegerakan shalat, berdoa di hadapan Rabku. Rab, jika Ben itu baik untukku maka mudahkanlah pertemuanku dengannya. Tetapi jika ia tidak baik untukku, maka tolong jauhkan ia dariku dan gantikan dengan yang jauh lebih baik darinya.”
Seperti kebakaran jenggot Ben membalasnya panjang lebar.
“Aku harap kamu mau mengerti kesibukanku.  Akan kuusahakan sebisaku bertemu.  Hari Rabu, ya hari Rabu. Bagaimana, bisa tidak?”
Rabu adalah hari dimana kuharus memprogram semua kegiatan belajar murid-muridku. Rabu adalah pekerjaanku yang utama. Tapi aku tahu, rindu memerlukan pengorbanan. Jadi kukatakan padanya, “Ya, bisa saja tidak masuk kerja. Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu?” Jawabnya sungguh di luar dugaan. “Bagaimana lagi, kalau rindu susah ditahan kan?”
Ah Ben, jadinya kumulai menghitung hari sejak pertama kau katakan itu. Kubayangkan melihatmu lagi. Senyummu, gaya berwibawamu dan semuamu.
Ya Tuhan, izinkan aku bertemu dengannya. Biarlah rindu merah jambuku mengantarku dalam kebaikan bersamanya. Amin.

Contoh cerpen dengan tema cinta serta analisisnya

Contoh cerpen dengan tema cinta dan analisisnya

1. Tema : Percintaan dan takdir
2. Amanat : Dalam menghadapi hal apapun harus bersikap dewasa dan berpikir panjang. Sabarlah dalam menjalani kehidupan ini. Percaya dengan takdir Allah SWT Jangan menggunakan kekerasan dalam bertindak
Patuhilah dan hormati orang tua kita Jangan menyesali sesuatu yang sudah terjadi Jangan melamun dan tak fokus sewaktu pelajaran
3. Alur : Campuran
4. Setting :
Kamar tari pukul 17.15
Kelas sehabis jam istirahat sekolah
Jam 7 malam di ruang menonton TV
Kamar setelah sholat isyak
Rumah di jalan Araya
Jam 15.00 di rumah Tari
5. Penokohan/perwatakan :
Tari : sabar, tabah, tertutup, kuat, taat beribadah, pelamun.
Audra : tidak dewasa, perhatian, pemalu
Yanti : medok, baik, perhatian, suka, melucu, setia kawan
Bapak : keras kepala, pemaksa, egois, suka memukul, mudah emosi
Bunda : sabar, penyayang, perhatian, lemah lembut, rela berkorban
Bejo : Usil, medok, nakal
Bu Tartik : Pemarah, tegas, killer
Papa : Egois
6. Sudut pandang : Orang ketiga serba tahu

Contoh Cerpen

Setelah mempublikasikan contoh unsur intrinsik cerpen diatas, maka dibawah ini akan dipublikasikan contoh cerpennya kepada teman-teman semuanya. Adapun contoh cerpen ini sendiri berjudul "Takdir".
Gerimis tak berhenti juga, ditambah dengan Tari yang sejak pulang dari sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib semakin dekat.
Tari kembali melirik buku bututnya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. Karena capek, ia selonjoran di kasur bunga mawarnya itu. Tapi ia malah teringat oleh mantannya. Ditariknya foto tu dari dompetnya. Huh, seandainya! Adu, dia melulu. Malas ah!
Ia sekejap langsung menyembunyikan benda kenangannya dengan Audra itu di dompetnya. Bodohnya aku! Cewek berambut panjang hitam itu mengeluh, namun penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya nggak pergi-pergi juga. Iih, Tari menggumam. Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya,ya? Ga dewasa, kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?
Kenangan itu masih tertempel di otak Tari, saat sosok yang dikenangnya itu memberikan surat kepadanya. Surat yang isinya mengajak Tari putus dengannya. Memang sosok Audra yang seperti anak kecil, pemalu, pintar, berkulit cokelat, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi itu bukan termasuk tipe Tari. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Audra, ia sering berkhayal, berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi.
Daripada ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan Audra. Plak!! Batin Tari tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai menggerakkan gendang telinganya. Bapak, Bapak! Cukup! Tari berlari menangis. Tak heran kalau Tari terkadang berdiam diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk perempuan sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan kondisin keluarga seperti itu.
Tet tet tet! Bunyi bel sekolah Tari berdenting, yang menandakan jam istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk terenung di bangkunya sampai Yanti sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.

“Tar!”
“Ei, kowe kok ngelamun aja toh?”
“Iya nih, lagi pusing aku.”
“Ooo, makanya kowe kok nggak sholat dhuha, biasanya kowekan rajin gitu.”
“He, itu itu Audra!” Yanti menyoel-nyoel Tari. Paan sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! Alah yang suka aku apa kowe, Ihiir!! Yanti menyindir sobatnya itu.
Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang sejak kemarin ia terus menangis dan bersedih karena bapaknya itu menampar bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak merokok dan pulang malam. Yan, aku tuh udah putus dengannya! Tari menyela sobatnya denan menahan ketawa sebab melihat wajah Yanti yang berekspresi kayak “Aming” komedian itu.
Tentu saja Tari nggak akan mengatakan ke Yanti kalau ia sedang sedih dan menangisi takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih lantaran kehidupannya yang menyedihkan.
Dan siang itu meskipun Tari mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya Audra masih menjadi kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya. Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan kaget. Ini berawal dari Bejo yang menepuk bahu Tari.
“Tar, hihihihi, ngelamun aja, kesambet lo entar!” Bejo pura-pura tak ngerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh Bu Tartik, guru paling killer di sekolah.
“Tari! Maju ke depan.”
“Oh, My God!”
“Bilang apa kamu tadi ?”
“Ndak Bu, ndak!”
Semua teman Tari tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu Tartik mendengar ketawa mereka, namun tidak dengan Yanti dan Audra. Mereka terlihat sedang berpikir sesuatu.
“Ono opo ya ma Tari ?”
“Iya ya, ada apa dengan Tari, apa gara-gara aku ?”
Teman sebangku Yanti dan yang tak lain adalah Audra mencetuskan kata-kata seperti itu. Dan membuat Yanti terkejut dan berpikir apa sebenarnya mereka berdua masih saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Tartik memarahi Tari abis-abisan.
“Tariiiii, kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu pelajaran Ibu!” muka Tari yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100 cabe merah keriting yang biasa dilihatnya di dapur ketika ia memasak dengan bundanya.
Tet tet tet tet tet tet…………
Untung penderitaan Tari berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Tari, teman-temannya juga terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu melihat Bu Tartik, akhirnya mereka mengikutinya.
“Duduk kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya Bu.” Tari dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Tartik keluar dari kelas, Yanti dengan tas merah stroberinya itu langsung menyambar Tari. Tar kowe kenapa?
“Iya, kamu kenapa ?”
Oh My God, Audra! Tari yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Audra menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku nggak apa-apa kok Dra! Aku cuma cuma……..”
“Cuma ngelamunin kamu Dra.” Bejo menyela perkataan Tari namun Yanti membela sobatnya.
“Bejo! kowe ojo ngono.”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Dra ?” Tari mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya uda, aku pulang dulu ya.” Audra melirik Tari dengan senyumnya yang bisa membuat Tari mabuk kepayang. Bejo pun mengikutinya dari belakang.
“Tar, kowe bener-bener pusing ta ?”
“Ehmm, nggak sih, aku tadi lagi mikirin Audra tapi gara-gara Bejo tukang usil itu, aku jadi dicereweti Bu Tartik deh.”
“Ooo, emang kowe tuh!”
“Eeemang!!!” Tari menggoda sobatnya itu dan merangkulnya agar Yanti segera pulang dengannya. Lalu mereka harus masih menunggu kendaraan warna biru berlabelkan “AMG”(Arjosari-Gadang) itu.
Jam 7 malam …………
Bapak sedang menonton TV dan bapak memanggil Tari. Tak biasanya bapak mau bicara dengan Tari. Tari, sini!Bapak mau ngomong. Besok akan ada keluarga teman Bapak yang mau melamarmu, jadi besok kamu harus langsung pulang setelah jam sekolah selesai.
“Tapi Pak, saya masih sekolah, masak mau dilamar.”
“Kamu bisa tunangan dulu dan setelah lulus dari kuliah, kamu baru menikah dengannya!”
Bapak tidak mau mendengar alasan apapun dari Tari. Jika Bapak sudah bicara A, maka Tari harus mengikutinya. Tari tak tahu harus bagaimana, tak harus berbuat apa. Tari bingung! Tari harus bagaimana ya Allah ? Bunda mengetuk pintu kamar Tari dan setelah bunda masuk, mereka terlibat dalam pembicaraan.
“Sabar ya anakku, Bunda selalu disini menemanimu.” Mereka menangis berdua. Keesokan harinya Tari tak masuk sekolah karena untuk masuk, ia terlalu capek. Capek menangis semalaman. Ini merupakan takdir atau hanya kebetulan saja, Audra juga tak masuk. Entah apa alasannya. Di sebuah rumah di jalan araya itu, ada perbincangan antar keluarga.
“Papa, Audra tak mau dijodohkan!”
“Nak, dia baik buat kamu! Terserah alasan kamu apa, yang penting sekarang kamu siap-siap untuk sore nanti!”
“Pa!!!”
Jam di kamar Tari sudah menunjukkan pukul 15.00 dan sebentar lagi ia akan dilamar. Bun! Aku nggak mau pake kebaya ini, ia melempar kebaya berwarna putih jika dipakenya akan pas di badannya yang ramping itu. Bunda, aku mau dengan perjodohan ini hanya karena agar Bunda tak disakiti Bapak! Tari memperjelas alasannya kepada Bundanya. Mendadak sebuah sedan hijau masuk pelan ke halaman rumah Tari dan berhenti tepat di depan teras. Bapak menyambut keluarga itu. Namun ada yang aneh, anak laki-laki dari keluarga itu terlihat murung dan malas sama seperti Tari. Selamat datang! Silahkan masuk. Bapak mempersilahkan mereka masuk.
Dibantu dengan bunda, ia segera memakai sepatu highheels warna putih mengkilat itu dengan buru-buru. Meskipun terpaksa, Tari akhirnya keluar dan menemui keluarga pelamarnya.
Ketika Tari bertatap muka dengan anak laki-laki berjas hitam dengan kerah terbuka yang terlihat tampan saat itu, ia serasa mau pingsan di tempat. Apa kamu?kamu?? Tari terheran dengannya.
“Ya benar, aku Audra!” Dia memang Audra, mantanku. Oh, takdir macam apakah ini? Secara reflek, Tari langsung memeluk Audra dan ……………
“Tar,Aku sayang kamu!”
“Aku juga Dra, aku sayang kamu!”

Analisis cerpen persahabatan sunyi karya harris effendi thahar

Analisis cerpen persahabatan sunyi karya harris effendi thahar

Sinopsis Cerpen Persahabatan Sunyi
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup praktik” ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Ditemani oleh seekor anjing betina kurus, ia turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan, mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya.
Lelaki itu lewat begitu saja mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil mencari puntung-puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan. Tiba-tiba saja ada seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari tutup botol munuman melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah perempuan itu dengan tajam. Bocah perempuan itu balas menantang sambil berkacak pinggang. Dan lelaki itu akhirnya meninggalkan tempat itu dengan mendorong kembali gerobak kecilnya. Namun, bocah perempuan dengan kerincingan itu mengikutinya dari belakang dengan jarak sepuluh meteran.
Malam telah larut. Bocah perempuan ingusan itu terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghajarnya. Rambutnya yang nyaris gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya yang disiram gerimis. Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek api, padam lagi oleh tiupan angin yang bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki itu agar terlindung oleh angina dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setangah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu.setelah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu sekedar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.
Deru mesin mobil yang melintas jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuahn kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya.
Sebelum subuh, pasukan tramtib itu dating lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk mengangkut gelandangan. Mimpi lelaki itu tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan itu.
Rawamangun, 3 Oktober 2004


Unsur Intrinsik Cerpen Persahabatan Sunyi
1. Tema
Tema pada cerpen tersebut adalah tentang perjuangan hidup.

2. Latar dan alur
Latar cerita di dalam cerpen itu adalah Kota Jakarta. Cerita tersebut menggunakan alur maju.

3. Tokoh
Tokoh di dalam cerita itu adalah Lelaki setengah umur dan Bocah perempuan

4. Karakter lelaki setengah umur
Penyayang:
Pembuktian dari tokoh lelaki setengah umur ini penyayang adalah pada kutipan cerita sebagai berikut:
"….Lelaki setengah umur itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan lalu memberi makan yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan kiri."

Dari kutipan cerita di atas didapatkan bahwa si Lelaki setengah umur itu memiliki sifat penyayang terhadap bocah perempuan kecil yang membawa kerincingan dari tutup botol minuman itu walaupun mereka tidak saling mengenal. Dengan rela ia berbagi makanan dengan gadis itu agar mereka berdua tidak kelaparan.
Pembuktian sifat penyayang lainnya yang dimiliki oleh lelaki itu adalah sebagai berikut:
"…. Deru mesin mobil yang melintas jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuahn kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan melanjutkan mimpinya."

Dari kutipan cerita di atas didapatkan pembuktian bahwa si tokoh (lelaki setengah umur) itu memang benar-benar penyayang. Dia berusaha menghangatkan bocah perempuan yang kedinginan tidur dengan cara mendekapnya, agar si bocah perempuan itu merasa hangat.

5. Karakter Bocah Perempuan
Karakter Bocah Perempuan itu adalah pemberani, hal ini terdapat pada kutipan berikut:
"…Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang kerincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang enatap bocah perempuan itu dengan tajam. Bocah perempuan itu balas menantang sambil berkacak pinggang."

6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan penulis pada cerpen tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga.

7. Amanat
Amanat yang disampaikan oleh penulis dalam cerpen itu adalah:
a. jangan pantang menyerah dalam menjalani hidup dan mensyukuri atas karunia yang diberikan Tuhan kepadanya.
b. berikanlah kasih sayang kepada makhluk hidup.


Unsur ekstrinsik
Unsur ekstrinsik yang terdapat pada cerpen itu adalah adanya nilai sosial, yakni:
1. Di dalam cerpen itu digambarkan bahwa tokoh mau berbagi tempat tidur dengan bocah perembuan yang selalu mengikutinya.
"….. Bocah itu melihat ujung lipatan kardus tersebut dari dalam gerobak kecil di atas kepala lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara berisik dan membangunkan lelaki itu. Setalah berhasil, ia membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekedar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu."

2. Adanya perjuangan hidup yang digambarkan di dalam cerpen itu, yakni:
a. Perjuangan hidup Lelaki setengah umur dengan cara memulung dan mencari sisa-sisa makanan di restoran.
b. Perjuangan hidup Bocah perempuan mencari makan dengan cara mengamen dan ia terus mengikuti si Lelaki setengah umur dari belakang untuk mengharap belas kasih dan perlindungan.

Carpon bahasa sunda, balada tukang nyuling

Poe nu sakitu panasna teu ngorotan sumanget manehna. Katingali ti tukang manehna terus ngudag-ngudag bus kota bari nyekel suling di lengen katuhuna. Manehna teu sadar tukangeun manehna motor saliweuran tereh ngadupak manehna. Eta bus terus diudag sanajan manehna geus ngarasa cape.

“Kiri-kiri” rombongan barudak SMA turun di Jl. Soekarno-Hatta 596, eta bus kota lumayan lila eurenna lantaran loba pisan anu turunna. Akhirna manehna bisa numpak oge eta bus kota. Sanajan awakna cape manehna teu paduli, manehna luak-lieuk bari ngumpulkeun tanaga jeung ngatur napasna anu gancang.

“Euh maneh deui…..”

“Aya saha kitu, Din? Si Ariel deui nya?” ceuk supir bus kota.

“Heueuh….Sep, si Ariel datang deui,” ceuk kondektur bus kota.

“Riel, iraha rek rekaman deui? He..he, lamun rek nyanyi tong bari ngemut permen bisi kaseglom,”  ceuk si Udin kondektur bus.
Si Ariel masih ngarasa cape, manehna ngan saukur bisa seuri ka supir jeung kondektur bus. Teuing kunaon manehna disebut Ariel padahal teu mirip-mirip acan jeung si Ariel vokalis Peterpan. Saacan ngamen manehna ngahuleung, teuing naon nu aya dina pikiran si Ariel.

Awakna nu subur jeung bajuna nu alus ngabedakeun si Ariel jeung tukang ngamen nu sejen. Ngan pedah bajuna nu alus geus kummel jigana mah geus teu diganti tilu minggu.

“Accala mu a’lai um” (assalamua’laikum).

“Riel… maneh mah ngomong ge teu bentes komo deui nyanyi,” kondektur nyarita di lawang panto bus.

Si Ariel ngan saukur nyerengeh nembongkeun huntu taringna.
Lain sakali dua kali manehna dikitukeun ku kondektur bus kota, geus kaitung lima kali manehna dikitukeun ku si Udin. Sanajan kitu manehna teu kapok ngamen di bus kota, ngan tetep aya rasa kesel ku omongan si Udin nu teu merenah didenge. Beda jeung si Udin, Asep si supir bus kota tara loba omong.

Manehna mulai maenkeun sulingna, sora suling nu merdu nganterkeun bus kota nambahan panumpang. Sapanjang jalan bus kota nambahan panumpangna.

“Kalapa….kalapa. Punten digeser…punten, palih dieu Neng…punten digeser ” kondektur ngatur posisi.

Sanajan bus geus pinuh ku panumpang si Ariel teu euren maenkeun sulingna. Tina sora sulingna mah lagu “jang” nu dilantunkeun ku panyanyi sunda Oon. B. sora sulingna maturan pinuhna panumpang bus, aya nu nangtung aya oge nu diuk, aya oge gandeng ngobrol sewang-sewangan. Aya oge anu nundutan dipepende ku sora suling.

“Nyang cing nya’ji nyalma e’de nying nya’di nyalma ngade…..” (jang sing jadi jalma gede sing jadi jalma hade….) si Ariel mimiti nyanyi.
Hanjakal pisan sora suling anu merdu teu dibarengan ku sora nu alus. Sanajan kitu manehna teu euren nembangkeun lagu “jang” nu dilantunkeun ku Oon. B. Lila kalilaan bus kota nambah pinuh, sora suling nu ditiup ku si Ariel beki tilelep komo deui sorana nu teu bentes.

Lagu “jang” geus beres dilantunkeun,lantaran panumpang geus pasedek-sedek manehna teu nyanyi deui. Si Ariel ngodok sakuna, dikaluarkeun dina sakuna cangkang permen jang ngawadahan duit pamere panumpang. Pinuhna panumpang matak hese si Ariel ngalengkah sanajan kitu manehna teu patah sumanget. Si Ariel seseledek bari ngasong-ngasongkeun cangkang permen. Aya nu mere saratus, lima ratus, nepi ka sarebu.

“Hanyur mu’un” (hatur nuhun) ceuk si Ariel ka panumpang nu mere.

“Cecep??” tunjuk salah sahiji panumpang.

“Cep, hayu uih… hampura Ema jang.”

“Anyim, Ema cos u’sir Cecep” (alim, Ema tos ngusir Cecep).

“Hampura…hampura Ema, hayu uih jeung Ema.”

“Anyim, Ema so’ nga’inga Cecep, Cecep e’uri ha’e ku Ema. Cecep anyim u’ih….” (alim, Ema sok ngahina Cecep, Cecep nyeri hate ku Ema. Cecep alim uih…), ceuk si Cecep bari lumpat.

“Cecep…Cecep, tungguan Ema. Cucu Ema hayu urang uih, hampura Ema nya Cu…”

Ema lumpat nuturkeun si Cecep bari ceurik. Umurna nu sakitar geus 80-an euweh daya jang ngudagna. Ema ceurik balilihan, teu kawasa Ema nahan kasedih.

“Ema rumasa salah Cep, tilu minggu katukang Ema ngusir Cecep. Hampura Ema…” gogoakan Ema ceurik di jero bus.
Si Cecep teu malire, Cecep ngajleng turun tina bus kota. Cecep leuwih milih hirup di jalan daripada hirup jeung nini na.

Carpon bahasa sunda, Sora Piriwit Ditiup Semu Ngalengis

Carpon bahasa sunda, Sora Piriwit Ditiup Semu Ngalengis  - Rieg, karéta ngarieg, tuluy maju. Mimiti lalaunan, beuki lila ngagancangan. Yuswa ngarérét kana érloji. Tadi, barang mimiti indit, panceg tabuh genep isuk-isuk. Geuning lain ukur béja, enya wé ayeuna mah karéta téh tara ngarét. Mun taya halangan harungan, ku manéhna kaijir pidatangeun ka Jakarta téh kurang leuwih tabuh salapan. Kawasna bakal cukup, waktu keur nguruskeun urusan kantor. Jadi engké bakal bisa balik deui ka Bandung maké Parahiyangan anu berangkat jam lima soré ti Jakarta.
Sajajalan Yuswa anteng neuteup téténjoan saluareun kaca jandéla. Kagareuwahkeun sotéh pédah wé aya budak ngora nu diuk di bangku hareupeun noél kana pingping lalaunan.
“Punya api, pa?” cenah.
Sakedapan Yuswa nelek-nelek budak ngora téa. Pakulitanana beunang disebut  konar. Buukna modél punk-rock, pirang semu beureum. Duka bener asli duka pédah dicét. Ceulina dianting sabeulah. Papakéanana, ka luhurna kaos oblong hideung aya gambaran leungeun keur ngacungkeun jempol, curuk, jeung cinggir, bari jajangkung jeung jari manisna ditekuk. Sarérétan mah badis gambar tanduk banténg. Luhureun gambar leungeun téa aya tulisan Metalica ku warna beureum. Ari ka handapna,  dicalana blue jeans belél, soéh palebah tuurna. Tapi sok sanajan kacirina rada nyéntrik ogé ari rengkuh-rengkuhna mah éta budak ngora téh sopan pisan.
Kusiwel leungeun Yuswa ngaluarkeun zippo tina saku calana, tuluy diasongkeun bari dipangnyekéskeun. Si budak ngora téh ngarongkong nyeungeutkeun rokona, kelepus udud.
“Makasih, pa,” pokna
“Sama-sama,” walon Yuswa bari imut
Sugan téh rék ngan sakitu. Horéng si budak ngora téh kalah terus ngajak ngobrol.
“Mau ke Jakarta?” cenah.
“Iya.”
“Di Jakartanya di mana?”
“Ah, cuma mau ke Tamrin, ada urusan kerjaan sedikit. Nanti soré juga pulang lagi.” Ti dinya mah der baé ngobrol ngalér ngidul. Malah mah nepi ka milu mangmikirankeun urusan nagara sagala, abong kabiasaan. Tuluy silih tanya wawuh ka si itu wawuh ka si ieu. Geus lila uplek mah kakara wéh silih tanya ngaran.
“Saya Yuswa,” ceuk Yuswa ngawalon panakon. “Sebetulnya nama yang bener sih Yoshua, tapi orang-orang lebih suka manggil saya Yuswa.”
“Saya Oding,” ceuk si budak ngora téh samemeh ditanya.”Itu kalo nama yang benernya. Kalo temen-temen sih lebih suka manggil saya meneer Odink van Holland.”
“Loh, émang meneer Oding punya darah Belanda?” ceuk Yuswa bari seuri.
“Ah engga juga. Mereka kan cuman usil doang. Kalo saya sih orang Sunda asli,” témbalna.
“Ih, geuning? Hanas ti tadi ngawangkong téh ku basa Indonésia. Atuh da ari sugan téh…”
“Cuman, saya engga bisa bahasa Sunda, pa. Tapi kalo dengerin orang ngomong sih ngerti,” meneer Oding mani rikat némpas omongan bari nyéréngéh.
“Baruk, naha?”
“Abis dari kecil suka diajakin ngomong Indonésia melulu sih.”
“Bet éléh ku Bapa, atuh. Sanajan Bapa lain urang Sunda gé ayeuna mah geus asa jadi urang Sunda wé,” ceuk Yuswa rada mapanas. Gap kana roko jeung zippo, cekés diseungeut. Haseupna ditiupkeun ka luhur mani nyerebung.
“Émang aslinya dari mana?” ceuk meneer Oding bari ngarérét kana gondok laki Yuswa nu oyag sabot nyerebungkeun haseup.

“ Ti Tarutung.”
“Tarutung itu di mana?”
“Deukeut Sibolga, di Sumatera Utara.”
“Orang Batak?”
“Muhun.”
“Ah, masa sih?”
“Ih, ari taeun téh.”
“Marganya apa, pa?”
“Siregar.”
“Kok bisa bahasa Sunda?”
“Ari Bapa mah nyekel prinsip di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Ku lantaran hirup di tanah Sunda, atuh kana adat jeung budaya Sunda ogé kudu wé milu ngamumulé, sok sanajan lain urang dieu pituin gé.”
“Iya juga ya.”
“Ari meneer Oding aya minat hayang bisa basa Sunda?” Yuswa mancing-mancing bari satengah heureuy.
“Males ah, habisnya susah banget, suka diketawain kalo salah.”
“Mun salah kumaha?”
“Iya, mestinya bilang neda saya bilangnya tuang. Mestinya rorompok, saya bilangnya bumi. Yang gitu gitu déh,” ceuk meneer Oding semu nu getun.
“Eueueuh, masalah undak usuk meureun nya?”
“Tau lah, iya kali.”
“Jamak atuh kitu-kitu waé mah. Wayahna kudu daék diajar jeung daék era. Ah, Bapa gé jadi hayang ngadongéngkeun lalakon baheula, basa keur mimiti pisan diajar basa Sunda,” ceuk Yuswa ngupahan bari ngagedéan haté.
“Gimana gitu pa?”
“Harita téh boga kikindeuwan….”
Meneer Oding némpas heula, “Kikindeuwan itu apa?”
“Kabogoh, pacar. Tah ku lantaran boga kabogoh ka urang Sunda, Bapa gé beuki keyeng hayang bisa basa Sunda téh, ambéh babari komunikasi. Ngan hanjakal, ku babaturan anu asli urang Sunda, sakapeung sok dijieun jadi kaulinan, sok diheureuykeun. Mun ngabéjaan kecap-kecap basa Sunda, maranéhna kadangkala sok ngahaja mapatahan salah.”
Karéta karasa asa rada nyanggéyéng. Singhoréng aya tikungan. Geus liwat tikungan mah diuk gé jadi ajeg deui. Lar aya panumpang séjén ngaliwat bari ngarérét, muru lawang panto w.c. Tayohna rada anéheun ningali nu ngobrol. Nu hiji ku basa Indonésia, nu hiji ku basa Sunda. Kawasna, tada teuing bakal leuwih anéheunana saupama nyahoeun nu mana nu urang Sunda jeung nu mana nu lain.
“Sakali mangsa, ku pimitohaeun téh ditawaran dahar,” Yuswa neruskeun obrolanana. “Jang Yuswa, hayu urang tuang heula, ceuk pimitohaeun téh. ‘Sangeuk pa,’ ditémbalan ku bapa bari ngarengkuh-rengkuh manéh. Némbalan kitu téh bané baé kungsi dipapatahan ku babaturan, kumaha kudu ngajawab saupama diajakan dahar. Naha atuh, pimitohaeun téh bet kalah ngadak-ngadak jadi robah pasemon, terus ngajanggilek ninggalkeun. Ti harita, pimitohaeun téh jadi ganti adat. Mun Bapa datang rék apél hég anjeunna anu keur nyampak, pasti wé ngadon ngajéngkat ka jero. Ngan karasa, dina ngabéjaanana ka kabogoh Bapa gé sok bari rada ditarikkeun, ngahaja ambéh kadéngé ku Bapa, kawasna. ‘Tuh aya si Sangeuk!’ cenah. Atuh lila-lila mah Bapa gé jadi ngarti yén kituna téh ku lantaran tiheula Bapa kungsi salah némbalan ku kecap ‘sangeuk’ téa. Tapi bongan saha atuh, da nu mapatahanana nu teu bener mah.”
Meneer Oding nyéréngéh. “Jadinya gimana atuh, pa?” pokna bari seuri.
“Ah, cohagna mah jadi teu disatujuan wé ku pimitohaeun téh. Cenah boga piminantueun téh teu eucreug. Teu nyaho di undak-usuk, euweuh kasopanan, teu boga temah wadi, kawas jelema teu walagri. Mending ogé néangan papada urang Sunda deui wé, nyai, loba ieuh nu hayangeun. Ahirna mah nya jadi pegat wé, teu tulus ka dinya.”
“Sayang juga ya.”
“Ngan, aya hikmahna ari keur  Bapa mah, jadi teu aya nu ngalandi si Sangeuk deui,” walon Yuswa bari seuri konéng. “Nya ti harita beuki getol ngulik basa Sunda téh, supaya teu jadi bahan geuhgeuyan deui ti babaturan.”
“Kalo saya sih mendingan engga usah paké bahasa Sunda aja,” ceuk meneer Oding bari semu nu ngabirigidig.
“Ari tuang rama jeung tuang Ibu kumaha mun ngadangu meneer nyarios ku basa  Indonésia téh?”
“Cuék aja.”
Sakedapan obrolan eureun heula, kaganggu ku riyegna karéta nu rada tarik. Geus rada anteng, Yuswa muka deui carita. “Ari di Bandung di mana linggih téh?”
“Linggih, Rumah?”
“Muhun, bumi, di mana?”
“di Ciwastra.”
“Asli urang Bandung?”
“Engga sih. Kalo aslinya dari Garut.”
“Ti Garut? Garutna di mana? Kadé, awas, éta roko kana raksukan.”
“Di Bayongbong, di Golér,” meneer Oding ngawalon bari kékérépésan ngépés-ngépéskeun calacah hurung nu murag kana kaosna.
Yuswa asa kacéntang gelap ngadéngé kecap Golér téh. Sajorélat aya flash back ngaliwat kana uteukna. Bet ras inget ka jaman katukang-tukang.
“Di Golér? Ké,ké,ké, kenal sareng pa Haji Irad?” ceuk Yuswa antusias.
“Haji Irad mah kakék saya. Bapa kenal, ya,” meneer Oding ogé sarua bungaheun, asa boga kolot jadi selebritis.
“Aki ti ibu, atanapi ti rama?”
“Dari Mamah. Kalo Papah mah asli dari Cilawu.”
Atuh ari kitu mah moal saha deui. Meneer Oding téh moal henteu, tangtu anak néng Kartini. Da ngan hiji-hijina anak awéwé Haji Irad mah, ceuk pikir Yuswa.
“Saha tuang ibu téh kitu?” pokna asa-asa.
“Mamah? Kartini.”
Tuh nya, tétéla teu salah, gerentes haté Yuswa.
Emh, pipikiran Yuswa jadi cuscos, da dikumaha-kumaha ogé duriat mah gedé pisan ka néng Kartini harita téh.
Dasar lain jodona ka dinya, kawasna. Da mun seug henteu gara-gara salah némbalan ku kecap “sangeuk” mah meureun ieu budak téh tangtuna gé anak aing.
Ah, anu teungteuingeun mah Haji Irad wé. Ari ka anu bener-bener hayang diajar basa Sunda mani euweuh pisan toléransina, salah kitu baé gé maké kudu jadi kuraweud, matak bolay teu jadi kawin. Ari ayeuna, incuna sorangan, bet teu hayang-hayangeun acan nyarita ku basa Sunda. Mani abong. Aéh kétang, naha bet maké dipikiran-pikiran teuing, kawas nu rék pipilueun kana urusan batur baé. Kapan ceuk paribasa urang Batak ogé, “unang tortori na su gondangmu”.

Carpon bahasa sunda singkat, Saung Panineungan

Carpon bahasa sunda singkat, Saung Panineungan

Geus leuwih tilu kali leubaran eta saung can diteang deui tapi kamari nya leubaran ayeuna pisan  kuring neang deui eta saung, saung teh geuning  taya obahna ti baheula neupi ka ayeuna istuning kitu keneh ras ingeut nya di saung eta kuring jeung Iis pernah patali jangji nya didinya pisan Iis ngedalkeun lisan cenah rek satia hayang hirup babareungan tapi, kiwari geuning teu kabuktian jangji tinggal jangji kanyataan sewang-sewangan.

Ret ngaleret hareupeun saung aya jalan anu bras na ka wahangan leutik di leubah wahangan eta paragi kukumah paragi nyeuseh cing saha bae anu ngaradon nyeuseuh meuni rame mun isuk-isuk teh loba mojang ngadon nyareuseuhan didinya, nya didinya kuringge sok silih simbeuh jeung Iis mun kabeuneran Iis keurnyeuseuh  malah peurnah ti gujubar duaan ari kabeuneuran otel kamalinaan  nya jaribrug awak teh tapi geuning karasa bagja pisan.

Ras ingeut deui nya di saung ieu yeuh basa meuleum jagong paduduaan jeung Iis teh ari meuleum di campur jeung otel tungtungna jagong teh tarurtung malah eta arengna jadi bahan pangheureuyan silih doletkeun kana  beungeut atuh Iis teh camelong kitu deui kuring , kuring imut sorangan hayang seuri ingeut kana pangalaman baheula teh nya campur jeung kaseudih geuning urang teh teu ngahiji Iis.

Kunaon atuh bisa teu ngajadi enya urang teh geus jangji da kitu geuning kolot anjeun Iis teu satuju ka kuring pedah kuring jalma nu batan sakieu tuna harta tuna harti, nya ku kolot anjeun anjeun di jodokeun ka Mantri Bank anu beughar pakayana, nya ti harita kuring lunta ti Lembur rek makaya ka Kota rek digawe bari mawa hate anu gudawang kabogoh di reubut batur keuna ku paribasa “meuncit meuri dina rakit boboko wadah bakatul lain nyeuri kupanyakit kabogoh di reubut batur”  meni keuna pisan eta sisindiran teh.

Nya kebat kuring ngumbara di kota kabeuneuran kuring di angkat jadi guru Sakola Dasar  tug neupi ka meunang jodo urang kota. Nu matak leubaran ieu kuring mudik jeung indung na barudak.

Kiwari kuring geus boga budak dua, tapi rahasiah eta saung bating teu arapaleun eta di jadikeun rahasia duaan ngan kuring jeung Iis bae, suganteh mudik teh bisa panggih jeung Iis geuning suwung teu panggih duka dimana.

Carpon sunda singkat, Batu

Balé Désa Sukaramé, angin ngahiliwir, motor lalar-lilir lalaunan dina jalanna nu can diaspal, tina taneuh jeung batu kénéh. Di balé, keur  diayakeun musyawarah antara kapala désa jeung warga. Ngamusyawarahkeun duit anu disumbangkeun ku pamaréntah ka Désa Sukaramé.
“Assalamu’alaikum wr.wb. Ayeuna urang saréréa ngariung didieu pikeun mutuskeun badé dikumahakeun sumbangan 100 juta ti pamaréntah. Saur Pa Camat, saéna mah ieu sumbangan téh dianggé pikeun ngabangun ieu désa. Masalahna, naon nu rék dibangun kuurang? Aya nu badé ngaluarkeun pamadegan?”, Pa Kadés muka musayawarah.
Pa Dudin sumanget langsung ngacung.
“Pa Kadés, kumaha lamun urang ngabangun mesjid deui?”
“Maenya mesjid deui, apan karak kamari ngabangun mesjid téh?”, ceuk Pa Tono rada sinis.
“Muhun Pa Dudi, leres saur Pa Tono. Saéna mah ieu sumbangan urang anggé kanggo keperluan anu penting pisan”, saur Pa Kadés.
“Pa Kadés, kumaha lamun urang lereskeun pasar wé atuh, renovasi...”, saur Hj. Enok, juragan jengkol Pasar Sukaramé.
“Ah, éta mah ngeunah teuing didinya, nu boga jongko. Pa Kadés, kumaha lamun urang ratakeun jalan désa, tos teu aya bentukan jalan teh, ngagarinjul batu wungkul, matak paur ka nu nyandak motor. Jeung deuih batu-batu na paur ngabetrik ka nu lalar-lilir di jalan. Mun tiasa mah di cor”, ceuk Mang Ujang.
“Saé tah Kang Ujang, kumaha nu sanés? Satuju teu?”
“Satuju...”, ceuk warga nu séjén babarengan.
Singget carita, dina éta musyawarah kénéh, dibentuk hiji tim proyék pikeun ngaratakeun jalan désa. Anggota éta tim nyaéta Mang Asép, Mang Dudi, jeung Mang Suha. Tiluan éta téh katelah tukang bangunan nu pangjagona di Désa Sukaramé.
Isukna, éta tim ngayakeun survei lapangan, pikeun ngadata naon waé nu diperlukeun jang éta proyék.
“Sok, ayeuna mah urang ukur heula jalanna, supados gampil ngitung bahanna”, ceuk Mang Asép.
Der éta jalan diukur maké méteran nu sok aya di tukang jait.
Saméter... Dua méter... Tilu méter...
.......
Salapan puluh lima meter... Salapan puluh genep meter...
“Wah, Mang Suha, Mang Asép, gawat ieu mah. Aya batu!”, Mang Dudi manggihan batu nu gedé na kacida
“Kudu diangkat ieu mah, pan rek diratakeun heula saacan dicor”, ceuk Mang Suha.
“Kumaha ngangkatna coba, gedé kieu. Kudu diancurkeun heula ieu mah”, témbal Mang Asép.
“Maké naon ngancurkeuna? Gedé kieu batuna, tuh panjangna gé meni sameter satengah”, Mang Suha bingung.
“Maenya kudu ku bor??? Tukang sumur bor di lembur urang téa, mahalna kacida”, ceuk Mang Dudi.
“Ah moal neurak ku bor mah, bangun kandel batuna gé, kumaha atuh?”
“Nya kumaha deui atuh, kudu nyéwa buldoser???”
“Ayeuna mah urang ka Pa Kadés wé, bisi salah”
Tepi di balé désa, Mang Suha langsung nyaritakeun masalah éta batu.
“Urang nyéwa buldoser wé lah ari kitu mah, ari tos ancur mah pan gampang diangkat na gé”, ceuk Pa Kadés.
Der buldoser disewa, aya kana 10 juta kaanggo. Isukna buldoser nu disewa datang.
“Mana batuna?”, ceuk tukang buldoserna.
“Ieu tah”, témbal Mang Asép bari nénjrag éta batu, nincakna ditanagaan.
Kreeekkreekrekk...
KREETEK...
Can dibuldoser, can dikumaha batu téh. Sanggeus ditincak ku Mang Asép éta batu langsung potong, raretak.
“Hor, naha ancur tiheula batu téh???”, Mang Asép bingung.
Tuluy ditempo, ditilikan éta batu téh ku tiluan.
“Ah! Paingan, badag wungkul batu téh!!! Kandelna mah ngan sasenti!!! Ditincak gé potong sakieu kandelna mah!”
“Boro mah geus nyéwa buldoser!!! Lapur aing mah...”, Mang Dudi keuheul.
” Kumaha laporna ka Pa Kadés???”, tiluan baringung.
“Mantakna, mun ningali masalah téh tong sok langsung ngarasa hésé, cobaan wé heula, bisi wé bisa urang pecahkeun masalahna...”, ceuk tukang buldoser tenang, da geus dibayar...

carpon bahasa sunda singkat, Sangeuk

carpon bahasa sunda singkat, Sangeuk

Sora piriwit ditiup semu ngalengis. Rieg, karéta ngarieg, tuluy maju. Mimiti lalaunan, beuki lila ngagancangan. Yuswa ngarérét kana érloji. Tadi, barang mimiti indit, panceg tabuh genep isuk-isuk. Geuning lain ukur béja, enya wé ayeuna mah karéta téh tara ngarét. Mun taya halangan harungan, ku manéhna kaijir pidatangeun ka Jakarta téh kurang leuwih tabuh salapan. Kawasna bakal cukup, waktu keur nguruskeun urusan kantor. Jadi engké bakal bisa balik deui ka Bandung maké Parahiyangan anu berangkat jam lima soré ti Jakarta.

Sajajalan Yuswa anteng neuteup téténjoan saluareun kaca jandéla. Kagareuwahkeun sotéh pédah wé aya budak ngora nu diuk di bangku hareupeun noél kana pingping lalaunan.

“Punya api, pa?” cenah.

Sakedapan Yuswa nelek-nelek budak ngora téa. Pakulitanana beunang disebut  konar. Buukna modél punk-rock, pirang semu beureum. Duka bener asli duka pédah dicét. Ceulina dianting sabeulah. Papakéanana, ka luhurna kaos oblong hideung aya gambaran leungeun keur ngacungkeun jempol, curuk, jeung cinggir, bari jajangkung jeung jari manisna ditekuk. Sarérétan mah badis gambar tanduk banténg. Luhureun gambar leungeun téa aya tulisan Metalica ku warna beureum. Ari ka handapna,  dicalana blue jeans belél, soéh palebah tuurna. Tapi sok sanajan kacirina rada nyéntrik ogé ari rengkuh-rengkuhna mah éta budak ngora téh sopan pisan.

Kusiwel leungeun Yuswa ngaluarkeun zippo tina saku calana, tuluy diasongkeun bari dipangnyekéskeun. Si budak ngora téh ngarongkong nyeungeutkeun rokona, kelepus udud.
“Makasih, pa,” pokna
“Sama-sama,” walon Yuswa bari imut

Sugan téh rék ngan sakitu. Horéng si budak ngora téh kalah terus ngajak ngobrol.
“Mau ke Jakarta?” cenah.
“Iya.”
“Di Jakartanya di mana?”
“Ah, cuma mau ke Tamrin, ada urusan kerjaan sedikit. Nanti soré juga pulang lagi.” Ti dinya mah der baé ngobrol ngalér ngidul. Malah mah nepi ka milu mangmikirankeun urusan nagara sagala, abong kabiasaan. Tuluy silih tanya wawuh ka si itu wawuh ka si ieu. Geus lila uplek mah kakara wéh silih tanya ngaran.

“Saya Yuswa,” ceuk Yuswa ngawalon panakon. “Sebetulnya nama yang bener sih Yoshua, tapi orang-orang lebih suka manggil saya Yuswa.”
“Saya Oding,” ceuk si budak ngora téh samemeh ditanya.”Itu kalo nama yang benernya. Kalo temen-temen sih lebih suka manggil saya meneer Odink van Holland.”
“Loh, émang meneer Oding punya darah Belanda?” ceuk Yuswa bari seuri.
“Ah engga juga. Mereka kan cuman usil doang. Kalo saya sih orang Sunda asli,” témbalna.
“Ih, geuning? Hanas ti tadi ngawangkong téh ku basa Indonésia. Atuh da ari sugan téh…”
“Cuman, saya engga bisa bahasa Sunda, pa. Tapi kalo dengerin orang ngomong sih ngerti,” meneer Oding mani rikat némpas omongan bari nyéréngéh.
“Baruk, naha?”
“Abis dari kecil suka diajakin ngomong Indonésia melulu sih.”
“Bet éléh ku Bapa, atuh. Sanajan Bapa lain urang Sunda gé ayeuna mah geus asa jadi urang Sunda wé,” ceuk Yuswa rada mapanas. Gap kana roko jeung zippo, cekés diseungeut. Haseupna ditiupkeun ka luhur mani nyerebung.
“Émang aslinya dari mana?” ceuk meneer Oding bari ngarérét kana gondok laki Yuswa nu oyag sabot nyerebungkeun haseup.

Carpon bahasa sunda singkat, Balada tukang nyuling

Carpon bahasa sunda singkat, Balada tukang nyuling

Poe nu sakitu panasna teu ngorotan sumanget manehna. Katingali ti tukang manehna terus ngudag-ngudag bus kota bari nyekel suling di lengen katuhuna. Manehna teu sadar tukangeun manehna motor saliweuran tereh ngadupak manehna. Eta bus terus diudag sanajan manehna geus ngarasa cape.
“Kiri-kiri” rombongan barudak SMA turun di Jl. Soekarno-Hatta 596, eta bus kota lumayan lila eurenna lantaran loba pisan anu turunna. Akhirna manehna bisa numpak oge eta bus kota. Sanajan awakna cape manehna teu paduli, manehna luak-lieuk bari ngumpulkeun tanaga jeung ngatur napasna anu gancang.
“Euh maneh deui…..”
“Aya saha kitu, Din? Si Ariel deui nya?” ceuk supir bus kota.
“Heueuh….Sep, si Ariel datang deui,” ceuk kondektur bus kota.
“Riel, iraha rek rekaman deui? He..he, lamun rek nyanyi tong bari ngemut permen bisi kaseglom,”  ceuk si Udin kondektur bus.
Si Ariel masih ngarasa cape, manehna ngan saukur bisa seuri ka supir jeung kondektur bus. Teuing kunaon manehna disebut Ariel padahal teu mirip-mirip acan jeung si Ariel vokalis Peterpan. Saacan ngamen manehna ngahuleung, teuing naon nu aya dina pikiran si Ariel.
Awakna nu subur jeung bajuna nu alus ngabedakeun si Ariel jeung tukang ngamen nu sejen. Ngan pedah bajuna nu alus geus kummel jigana mah geus teu diganti tilu minggu.
“Accala mu a’lai um” (assalamua’laikum).
“Riel… maneh mah ngomong ge teu bentes komo deui nyanyi,” kondektur nyarita di lawang panto bus.
Si Ariel ngan saukur nyerengeh nembongkeun huntu taringna.
Lain sakali dua kali manehna dikitukeun ku kondektur bus kota, geus kaitung lima kali manehna dikitukeun ku si Udin. Sanajan kitu manehna teu kapok ngamen di bus kota, ngan tetep aya rasa kesel ku omongan si Udin nu teu merenah didenge. Beda jeung si Udin, Asep si supir bus kota tara loba omong.
Manehna mulai maenkeun sulingna, sora suling nu merdu nganterkeun bus kota nambahan panumpang. Sapanjang jalan bus kota nambahan panumpangna.
“Kalapa….kalapa. Punten digeser…punten, palih dieu Neng…punten digeser ” kondektur ngatur posisi.
Sanajan bus geus pinuh ku panumpang si Ariel teu euren maenkeun sulingna. Tina sora sulingna mah lagu “jang” nu dilantunkeun ku panyanyi sunda Oon. B. sora sulingna maturan pinuhna panumpang bus, aya nu nangtung aya oge nu diuk, aya oge gandeng ngobrol sewang-sewangan. Aya oge anu nundutan dipepende ku sora suling.
“Nyang cing nya’ji nyalma e’de nying nya’di nyalma ngade…..” (jang sing jadi jalma gede sing jadi jalma hade….) si Ariel mimiti nyanyi.
Hanjakal pisan sora suling anu merdu teu dibarengan ku sora nu alus. Sanajan kitu manehna teu euren nembangkeun lagu “jang” nu dilantunkeun ku Oon. B. Lila kalilaan bus kota nambah pinuh, sora suling nu ditiup ku si Ariel beki tilelep komo deui sorana nu teu bentes.
Lagu “jang” geus beres dilantunkeun,lantaran panumpang geus pasedek-sedek manehna teu nyanyi deui. Si Ariel ngodok sakuna, dikaluarkeun dina sakuna cangkang permen jang ngawadahan duit pamere panumpang. Pinuhna panumpang matak hese si Ariel ngalengkah sanajan kitu manehna teu patah sumanget. Si Ariel seseledek bari ngasong-ngasongkeun cangkang permen. Aya nu mere saratus, lima ratus, nepi ka sarebu.
“Hanyur mu’un” (hatur nuhun) ceuk si Ariel ka panumpang nu mere.
“Cecep??” tunjuk salah sahiji panumpang.
“Cep, hayu uih… hampura Ema jang.”
“Anyim, Ema cos u’sir Cecep” (alim, Ema tos ngusir Cecep).
“Hampura…hampura Ema, hayu uih jeung Ema.”
“Anyim, Ema so’ nga’inga Cecep, Cecep e’uri ha’e ku Ema. Cecep anyim u’ih….” (alim, Ema sok ngahina Cecep, Cecep nyeri hate ku Ema. Cecep alim uih…), ceuk si Cecep bari lumpat.
“Cecep…Cecep, tungguan Ema. Cucu Ema hayu urang uih, hampura Ema nya Cu…”
Ema lumpat nuturkeun si Cecep bari ceurik. Umurna nu sakitar geus 80-an euweh daya jang ngudagna. Ema ceurik balilihan, teu kawasa Ema nahan kasedih.
“Ema rumasa salah Cep, tilu minggu katukang Ema ngusir Cecep. Hampura Ema…” gogoakan Ema ceurik di jero bus.
Si Cecep teu malire, Cecep ngajleng turun tina bus kota. Cecep leuwih milih hirup di jalan daripada hirup jeung nini na.

Cerpen lucu - Raja gombal yang payah

Cerpen lucu - Raja gombal yang payah - Pagi-pagi di koridor kampus, Bondan termangu sendirian sambil bertopang dagu. Kali ini Rezky sahabat semasa SMA sudah tak satu kampus lagi dengan Bondan. Juga si Jasmine sudah putus dengannya. Tiba-tiba teman barunya dikampus bernama Eki mengagetkan Bondan yang sedang melamun sendirian.
“Woyyy!! Kenape sih elu?” tanya Eki
Bondan hanya diam dan tanpa gestur yang mengisyaratkan apa yang terjadi pada dirinya. Disusul kehadiran Asep dan Jennie.
“Punten… akang-akang. Kunaon bermuram durja ieu teh?” tegur Asep
“Kenapa nih si Bondan, Ki?” tanya Jennie
“Aaauukk! diem mulu dari tadi. Sebel gue!” jawab Eki
“Kenapa ndan? masih kepikiran sama si Jasmine?”
Bondan menggeleng.
“Terus? Kenape lo? cerita dong!!!” sahut Eki
“Punten atuh, teu seperti biasana si Akang Bondan teh cicing wae. Biasana buuuaaanyyakk ngomongna..”
Bondan yang masih terdiam dan berlalu meninggalkan Eki, Jennie, dan Asep yang terlihat mengkhawatirkannya. Memang tak seperti biasanya Bondan diam dan murung. Jurus gombalannya sudah jarang terlontar dari mulutnya. Sikap cengengesan juga sudah luput darinya. Sosok Bondan yang dulu sudah tak dikenali lagi oleh Jennie yang menjadi temannya semasa SMA.

Seminggu berlalu, sikap Bondan juga tak kunjung kembali seperti semula. Eki, Jennie dan Asep menjadi semakin resah.
“Neng, dulu teh si Bondan punya sahabat atau saha gitu yang biasanya kemana-mana selalu bersama. Ibarat sudah teu bisa dipisahkan?” tanya Asep menyelidiki
“Ada sep! Banyak malah. tapi cuma satu anak yang deket sama si Bondan. Rezky namanya.”
“Nah itu? sekarang dimana?” sahut Eki
“Kuliah di Singapore. emang kenapa sih?”
“Yaah, mungkin itu salah satu alasanna si Bondan muram begitu.” Ucap Asep menebak-nebak
“Bener tuh kata si Asep. Kali aja tuh si Bondan kangen sama sohibnyee..”
Jennie hanya manggut-manggut menyetujui ucapan Eki dan Asep.

Esoknya, Jennie coba menanyakan tentang analisa Eki dan Asep kemarin. Pagi-pagi sekali Bondan sudah berada di kantin kampus. Dengan bahasa tubuh yang sama selama seminggu ini. Bertopang dagu dan melamun.
“Ndan, udah disini aja lo..” tegur Jennie
Bondan hanya terdiam dan merespon dengan sekali tengokan.”
“Lo selama seminggu ini kenapa sih? Kangen sama si Jasmine atau sama Si Rezky?”
Bondan masih terdiam dan tak merespon apa yang ditanyakan Jennie. Sampai pada akhirnya Jennie pun kesal dan emosi.
“Terserah lo deh! mau jungkir balik kek, apaan kek! Gue gak peduli. Capek gue!” cetus Jennie tiba-tiba
Dan Bondan kaget dengan perkataan Jennie yang terbawa emosi. Bondan pun menarik lengan Jennie kearah tempat duduk semula.
“Makanya lo cerita deh…” ucap Jennie mulai melunak
Bondan tertunduk dan berbicara tanpa melihat Jennie.
“Gue ada masalah, Jen. Tapi lo jangan ceritain ke anak-anak ye? Entah Eki atau Asep. Gue mohon jaga rahasia.” Ucap Bondan yang masih tertunduk
“Serius banget ya kayanya? Gue janji deh, bakal jaga rahasia.”
Bondan pun menatap Jennie dengan serius.
“Gigi gue ompong, Jen. Gue bingung dapet duit darimana buat nambal dua gigi depan gue yang ompong.” Ucapnya sambil meratap
Hening…

Jennie terdiam dan melihat Bondan tak berkedip.
“Kenapa jadi lo yang diem?” tanya Bondan
“Jadi lo selama seminggu lebih ini diem alesannya gigi lo ompong??”
Bondan.. mengangguk pelan, dan Jennie pun terbahak.
“Sssstt… jangan keras-keras ngakaknya!”
Jennie masih tertawa dan perlahan mulai melemah suara tawanya.
“Gak nyangka betah juga ya lo diem semingguan cuma gara-gara nutupin gigi ompong. payah lo!!”
“Gak lucu kalii, masa cowok keren dan unyu macem gue begini pas ngegombal giginya ketauan ompong. Gengsi gue!”

Cerita pendek romantis - Pesan dari Kekasih

Cerita pendek romantis - Pesan dari Kekasih - Canda tawa dan senyum bahagia selalu menghiasi rona wajahku setiap bertemu dengan wowo, sebutan saynx untuk kekasihku A’an. Tak bosan aku menatap kedua mata nya dengan penuh kasih sayang dan cinta yang tulus, serta senyum manjaku yang senantiasa tersimpul , meski harus hadir di wajahku yang selalu pucat sejak awal kami bertemu dan kini tampak semakin memucat,, aku mengira diriku seperti mayat hidup, tapi…. Aku ragu akan ada mayat hidup yang bawel dan super cerewet sepertiku.

Kami selalu habiskan waktu liburan bersama untuk mengulang segala kenangan yang pernah ada diantara kami, Segala protes aku ajukan atas keisengannya selama ini. Dengan riang kami bercerita dan tentunya dengan canda tawa yang tak pernah hilang, selalu hadir seperti biasanya. Langit dimalam hari bersolek indah, gemilang bintang hiasi kepekatan malam, aku meminta a’an untuk menemaniku mengitari jalanan perkotaan yang berhias gemerlap lampu warna-warni,, a’an menghentikan motornya di depan sebuah taman,,,banyak lampu yang dihias mirip sesosok hewan kartun dan rangkaian bunga.. indah,,, sekali,,
aku mengarahkan kedua mataku melihat suasana gemerlap langit dan remang remang cahaya bumi di bawah lampu kuning, sungguh elok... dalam hati aku bertakbir memanjatkan rasa syukur pada Tuhan, atas segala kenikmatan yang dapat aku rasakan hingga saat ini.

Krikk krikk,,, bunyi bbm dari poselku
“ pagi sayangku,,bangun! shlat subuh ”
“iya yanx,ini udah bangun kok,aku sholat dulu yak”
“.. jangan lupa berdoa yach,,
“oh iya weekend besok kita kemana?”Tanyaku sambil berharap a’an mengajaku pergi hehee
“kita karaokean yuk yanx,, “
“oke,,, see u “
Riang nya aku baca bm singkat a’an mengajakku singsong, tak sabar menanti hari sabtu datang. Weekend merupakan jadwal wajibku bertemu a’an, karena selalu di sibukkan dengan aktivitas kuliah yang padat setiap hari,membuat kami tak punya waktu untuk bertemu.

Malam menunjukan pukul 22.00 saat nya istirahat melepas penat dan lelah.
“dah malem,,, hve nice dream saynxq “ucapnya manis
“iyach,, mimpi indah sayngku,,, ” ku baringkan tubuhku yang berselimut lembut sambil ku pejamkan kedua mata, tak lama aku terjaga dari tidur singkatku dengan menahan rasa yang teramat sakit di kepalaku. merintih dan menangis di kesendirian sunyi dalam kamar,Tak satupun orang mendengar desak tangisku, hanya butiran benda-benda kecil berefek keras yang selalu melelapkan kembali kedua mataku.

“cint,nanti berangkat kuliah bareng yach”ujar sahabatku
“aku masih ngantuk, kayaknya aku mbolos jam ke dua nanti,kamu berangkat bareng ari aja ya”
“iya cintt,, ok2! Semalem tidur jamberapa kok masih ngantuk?”
“aku tidur larut malam cintta, semalem gak bisa tidur”
“memangnya kenapa?sahut ika penasaran
“eemm,,,gak papa,, lembur tugas semalem” tak mau buwat sahabatku kuatir,aku terpaksa berbohong, aku segera bergegas ke rumah sakit karna hari ini jadwal control bulananku.
Setiba di rumah sakit aku duduk di ruang tunggu menanti namaku di panggil ke ruang pemeriksaan.
“nona mira silahkan “ dengan lantang seorang suster memanggil pasien untuk antrian berikutnya
“iya sus, saya,,”aku pun beranjak masuk ke ruang priksa
“pagi mira,, gimana kabarnya? sapaan ramah dari dokter ku yang terlihat tampan dan bersahaja dengan jas putihnya.
“pagi juga dok,,, alhamdulillah baik dok”
“ coba saya priksa dulu ya,,,,,”
“ iya dok,, eeemmm ,,,,,dok,bagaimana hasil diagnosa saya 2 minggu lalu?”tanyaku dengan penuh ketegangan
“emmm…,emm”sejenak terdiam dengan bibir yang terbata-bata
“dok,kenapa? sampaikan saja saya udah gak sabar ingin tahu lebih jelas perkembangan penyakit saya”
“eemm,,begini,, “ serasa tak tega menyampaikan hasil buruk padaku,dokter hanya menunduk sambil menggerakan jemarinya
“begini gmna dokk?”
“eemmm,,,menurut hasil diagnosa yang terlihat,penyakit yang ada dikepalamu semakin menyebar,hingga memicu penyakit lain tumbuh berkembang didaerah sekitarnya.
“maksut dokter apa?semakin menyebar gimana dok??saya gak ngerti
“eemmm begini,,,, penyakit yang menyerang system saraf otak kamu yang ada dibagian kiri sudah berkembang sangat cepat,hingga menimbulkan penyakit baru di bagian lainya, termasuk otak bagian kanan. Dan benjolan yang terjadi mengakibatkan tumor itu menghambat sebagian system kerja pada saraf otak,termasuk menghambat peredaran darah, dan karna itulah kesehatan jantungmu juga menjadi taruhanya.
“apa.?? Separah itukah dok?tercengang aku mendengar semua perkataan yang trungkap dari bibir dokter kesayanganku it
“ jangan berkecil hati,,,penyakit kamu masih bisa disembuhkan dengan pengobatan rutin setiap hari,memang butuh waktu yang sangat lama,dan gampang-gampang susah untuk memulihkan kembali kondisi tubuh seperti semula.”
“berapa lama saya harus mengkonsumsi obat-obatan berdosis tinggi itu dok? sekarang gak cuma kepala saya yang nyeri, tapi seluruh tubuh saya sering sakit disertai nyeri,,,sakitt rasanya ;( ”
“minimal 2 tahun,, memang itu lah efek samping dari obat-obat saraf yang stiap hari harus kamu konsumsi, perbanyaklah istirahat dan minum air putih,karena endapan bahan kimia yang terkandung dalam obat tersebut bisa merusak ginjal,dan efek mengkonsumsi obat yang berkepanjangan juga dapat menggangu system saraf lainya”
“apa gak ada cara lain yang lebih cepat dan aman untuk mengobati penyakit saya dok?saya capek sakit terus”
“ada…”
“apa itu dok?”sedikit lega mendengar masih ada harapan lain untuk penyembuhan penyakitku
“oprasi.. dan itupun sulit,karna tidak hanya 1 penyakit yang ada di kepalamu,ada dibagian kanan dan kiri,cairanya pun sudah menyebar kemana-mana, “
“ la..lalu bagaimana caranya dokk?”ku tahan air mataku,dan mencoba untuk tetap tegar didepan dokterku
“untuk memudahkan oprasi berlangsung, terpaksa tim bedah harus menggundul rambut kamu dan itupun masih belum bisa menjamin 100% kesembuhanmu”
“astaghfirullahh,,,,,, lantas apa yang akan terjadi bila saya berhenti mengkonsumsi obat?dan apa yang terjadi setelah saya dioprasi?
“berhenti mengkonsumsi obat dapat mempercepat kerusakan saraf yang ada dikepalamu,dan akan berakibat fatal untuk kesehatanmu, pasca oprasi kamu akan mengalami fase koma,tidak bisa ditentukan berapa lamanya, tergantung seberapa kuat tubuhmu mampu melawan sakit”

“..”seakan membisu, bibir ini tak mampu mengatakan apapun. perihnya hatiku saat itu bagai tertusuk tajam nya keris,sudah tak bisa dilukiskan seberapa perihnya. Seorang dokter yang selalu terlihat rupawan dan bersahaja kini pun tampak rapuh melihatku dengan linangan air mata yang terus menetesi meja.

Dengan wajah berbulir air mata aku melangkah keluar ,,,mencoba untuk terus tegar,tak kuasa menahan kepedihan yang ku rasakan saat itu, ingin berteriak sekencang-kencangnya mungkin sedikit melegakan beban batinku. Lengkap sudah penyakitku, berbagai penyakit satu persatu datang menggrogoti tubuhku secara perlahan namun pasti. Sepanjang jalan aku hanya berfikir mana ada laki-laki yang mau punya pasangan cacat sepertiku, aku hanya bisa merepotkan dan bikin susah. sepintas dalam benakku berkata ingin pergi jauh dari kehidupan a’an,karna tak mugkin dia mau menerima wanita dengan kondisi yang sangat buruk seperti diriku. Ataukah aku tetap bersama dia dengan merahasiakan semua ini, toh tak lama tubuh ini akan pergi jauh dan mugkin tak kan kembali lagi bersama sakit yang terus dan terus mengrogoti tubuhku.
“darimana aja yanx,,kok tiba2 ngilang?”
“aku tadi ngampus yanx,, ini baru kelar” jawabku sambil menahan air mata yang terus menetesi pipiku
“besok sabtu aku jemput kamu jam 10 pagi ya, harus udah siap lho yach..”
“iya,,,, ”

Pagi tepat jam 10.00 terdenganr suara motor terhenti didepan kos, dan perlahan melangkah menuju pintu utama, aku pun bergegas keluar untuk menyambut nya,,, dengan wajah pucat dan tubuh yang lesu aku berusaha kuat beranjak menyapa dengan senyum manisku, “mira,kenapa kamu belum siap juga?kamu gak lupa kan acara kita hari ini?ini udah jam 10,apa aku harus nungguin kamu mandi dan berhias 2 jam lagi?”ucap nya kesal padaku
“maaf yanx,tadi aku bersih-bersih kos dulu,baru mau mandi kamu udah dateng”jawabku dengan suara lirih
“bersihin kamar apa sampai berjam-jam?kamu kan bisa mandi dari jam 8 tadi”
“iya yanx,, tadi kamar berantakan semua,aku bersih-bersih gak lihat jam, tahu-tahu jam 10 kamu juga udah nyampe kos”
“kamu selalu gitu…,kayak gak niat pergi aja”
“maaf yanx ,, tunggu yach,aku gak lama kok”penuh prasaan bersalah aku menunduk sesaat dan berpalig dari hadapannya serasa tak ada beban,,alunan nyanyian cinta dan melodi keindahan dari music Glenn.F kasih putih di iringi suara bening a’an menambah suasana romantis dlm ruangan, aku pun terdiam paku menatap kedua mata nya, halus tanganya menggegam erat jemariku, tak lama a’an merebahkan tanganya untuk memelukku,ku raih tubuhnya dalam dekapanku, semakin tak sanggup bibir ini untuk mengungkapkan rahasia besar yang tersimpan dalam diriku. Bulir-bulir air mataku sejenak menghangatkan baju nya, tak kuasa menahan haru , mengingat lama kemudian tubuh ini tak bisa lagi berada dalam dekapan peluknya.
“sayanx,,kamu kenapa?kok nangis?”
“gak kok,,,,aku Cuma terharu dengerin kamu nyanyiin lagu romantis sambil meluk aku”
“aku sayanx banget sama kamu mira,, aku ingin selamanya sama kamu,aku ingin bisa lindungi kamu”
“  aku juga sayanx banget sama kamu wowoku,,, eemm,,,,kalau nanti aku gak bisa lama-lama ada sama kamu, ataupun gak bisa lagi main bareng kamu, kamu jangan marah sama aku yah”
“husstt,,, kamu ngomong apa sich..gak ada yang boleh pergi!!kita kan dah janji akan bersama terus”
“dengerin dulu yanx,,,”
“udah ahh,,, aku risih denger nya, dah sore,yuk kita pulag”
“tapi yanx,,,,,”
“udah2 ayoww jalan!!”

Tenangnya suasana di sore hari bertiup angin semilir menambah sejuk hatiku,namun seketika kesejukan itu meredup,serasa terlempar benda runcing kepalaku ini, nyeri yang teramat sakit,, perlahan semua tatapanku berubah menjadi kunang-kunang yang begitu banyak, 1,2,3, semakin banyak dan semakin tak jelas. ku minta a’an untuk menggandeng tanganku kekamar, perlahan melangkah dengan tubuh yang hampir tak ada daya menahan sakit,segera aku baringkan tubuhku ditempat tidur.
“mir,,,”
“saynx, aku ngantuk banget,kamu pulang aja!”sahutku cepat
“tapi mira,wajahmu kliatan pucet banget . kamu sakit?
“gak kok,, aku cuma kecapean aja,aku tidur dulu ya. “
“kamu beneran gak papa?wajahmu pucat banget,,gak mungkin gak kenapa-napa.
“iya saynx,, aku beneran gak papa kok,,, aku bubuk dulu yach..,kamu pulang aja yanx!!
“gak,,aku gak mau pulag kalo kamu gak nganterin aku sampai luar .
“maaf yanx,, kali ini kamu buka pintu sendiri ya,,aku dah ngantuk banget, ini aja mataku dah gak bisa ku buka..
“ya udah dech,, aku pulang dulu ,met istirahat yach yanx,,, I love u”
“I love u too,,hati-hati dijalan yach”

Kedua mataku masih belum jelas melihat semuanya, termasuk melihat sesosok orang yang sangat kucintai yang perlahan menjauh dari tempat dimana aku sedang terbaring lemah. Aku hanya bisa merasakan dan mendengar darimana arah suaranya, mendengar suara pintu terbuka dan semakin menjauh langkah kaki nya,aku perlahan membuka mata, ingin rasanya aku lari mengejarnya dan ku raih tubuhnya, namun aku tak sanggup. Sekejap bulir-bulir bening menetes ,Aku pun menangis sejadi-jadinya, ya Allah…sakitt ya Allah… saya ingin tidur nyenyak,saya gak kuat lagi ya Allah.. rintih hatiku yang tlah rapuh. Tubuh yang terbujur kaku..Seperti tak mampu lagi melangkahkan kaki meraih angan serta mimpi-mimpi kecilku.
ku dengar suara desakan tangis d sebelah tempat tidurku,
“siapa itu…?”ku gerakan tangan ke samping kanan tubuhku, dengan pelan dia menggenggam tanganku dan mencium tanganku bersamaan tetesan bulir-bulir airmata yang berjatuhan, aku masih bertanya-tanya dalam hati siapa sebenarnya yang ad disampingku ini, “saa sayanx… ini aku,aku disini yanx,,, kamu gak akan sendiri lagi, aku…aku akan terus jagain kamu di sini, jangan mau kalah sama sakit yach,,kamu pasti kuat kok” sambil memeluk erat tubuhku desak tangis dan bibir terbata-bata a’an mencoba menenangkan suasana hatiku yang tlah rapuh
“A’an… sejak kapan kamu balik kesini?bukanya tadi kamu udah pamit mau pulag?”
“ta.. tadi memang aku pamit mau pulang, tapi,,, kakiku rasanya berat mau keluar, jadi aku putuskan balik lagi “
“Bukanya kamu udah tutup pintu dan ku dengar kamu jalan keluar? ”
“udahh,, itu gak penting, sekarag yang terpenting kenapa kamu tega sembunyiin semua ini dariku?aku ini siapamu?kamu butuh aku,,kamu gak bisa maen sembunyi-sembunyi kayak gini”
“aku gak bermaksut bohongin kamu,, dari awal aku udah punya niat ngasih tahu kamu,tapi kamu gak ngasih kesempatan aku untuk cerita, aku juga gak tega liat kamu sedih”
“aku lebih sedih kalo kamu bohongin aku kayak gini,aku merasa gak kamu anggap”
“maafin aku yanx.. aku terpaksa diam karna…
“karna apa?...mir,aku mohon jangan lakukan hal kayak gini lagi, aku ingin bisa jagain kamu,lindungin kamu, kalo kamu umpetin semua ini gimana aku bisa jagain kamu?aku tulus sayanx sama kamu gimanapun keadaanmu, separah apapun sakitmu gak akan ngurangin sedikitpun cinta dan sayangku …
“,,,,lewatin hari-hariku sama kamu adlah kebahagyan buwatku, kamu selalu buatku tersenyum, semenjak aku kenal kamu beban kepedihanku seakan musnah, setiap didekatmu aku lupa semua sakit yang menggrogoti tubuhku, kamu lah semangatku,,, aku ingin bisa terus sama kamu selamanya, tapi aku sadar kalo itu gak mungkin…
“kenapa gak mungkin?kamu jangan putus asa yanx,, kamu harus lawan sakitmu!jangan mau kalah sama sakit, aq mohon kamu harus kuat ya”
rengekan a’an membuat hatiku semakin gak karuan, mencoba meyakinkan diriku yang selalu merasa tak pantas dicintai dengan segala kekurangan yang ku miliki,dan ingin menghapus semua pikiran burukku tentang nya.
“...”
terdiam hanya menganggukkan kepala, sungguh tak sanggup bibir ini untuk berkata lagi.. suasana malam yang semakin hening di iringi suara tangis yang begitu syahdu..

mencoba memecah keheningan, a’an tiba-tiba berdiri dan mengambil sebuah kitab dimeja belajarku.
“sayanx,, kamu mau gak dengerin aku baca al-qur’an?aku bacain sampai kamu tidur yach,,”
tangisku terhenti sesaat mendengar a’an ingin membacakan Al-qur’an untukku, dia belum lancar membaca, membedakan tajwid dan makhroj aja tak bisa. Dengan pelan a’an membacakan satu persatu ayat Q.S Al-baqoroh, suaranya yang bening di tambah desakan tangis a’an serasa memecah kesunyian malam yang semakin larut. saat aku terlelap dia mulai menghentikan suaranya dan menutup kembali kitab suci yang dibaca. Tak mampu ku lukiskan bagaimana gambaran prasaanku saat A’an membacakan kitab suci Al-qur’an untuk melihatku terlelap dipangkuanya.

Seusai sembahyang subuh aku membuka jendela kamar ,menatap indahnya langit dikala fajar menyingsing, merasakan belaian angin yang diharumi wangi keindahan, serta suara gemricik tetesan embun menambah tentramnya jiwaku ,, tak lama dering handphoneku berbunyi , ku lihat “my lovely new message”
“kau bagaikan sinar dalam hatiku,aku ingin kamu selalu menyinari hatiku, gak akan ku biarkan sinar itu meredup,g akan! aku ingin kamu cerahkan hatiku.. seperti Tuhan mencerahkan alam semesta, aku gak akan pernah berhenti mengucapkan i love u buat kamu. ”

Belum sempat aku selesai membaca pesan pertama dari a’an..,hp ku dah bunyi lagi
“aku rela berikan mataku, kalau kamu tak bisa melihat hatiku ini,aku bukan orang yang pandai bermain kata, bermain pedang didalam kerumunan prajurit perang. Aku adalah orang yang berdiri tegak dengan sebuah tameng untuk melindungi orang yang ku sayang. Walau tertembus oleh pedang aku bahagia bisa menjagamu.”

Sungguh indah…., rangkaian kata demi kata yang mampu menggoyahkan hati banyak wanita, termasuk hatiku,, Sejenak aku mencoba bicara dengan hati kecilku sendiri, mencoba yakinkan kembali prasaanku yang selalu meragukan kesetiaan dan ketulusan a’an, Cinta a’an begitu sempurna untukku, semua kekurangan yang aku miliki tak membuat kasih dan sayangnya berkurang sedikitpun.

Tak mau kebahagiaanku ini hilang dan larut bersama sakit dalam tubuhku. Terlalu indah jika cinta ini harus musnah terbawa badai kepedihan. Kini aku benar-benar percaya adanya ketulusan cinta sejati, bagiku cinta sejati adalah cinta yang bisa merubah luka menjadi warna dalam kebahagiaan, dan ketulusan lah yang mampu merubah segala kekurangan menjadi satu kelebihan dan kekuatan untuk menjaga keutuhan cinta.

Selalu ku ingat pesan dari kekasihku “jangan mau kalah dengan sakit” begitulah bunyi pesan singkat yang selalu dia ucapkan untuk terus memberikan semangat padaku.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...