MASA
PEMERINTAHAN ORBA 1966 – 1998
A. Keadaan Politik
-
Latar
belakang lahirnya ORBA
Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa
Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah
berlangsung lama
Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana pemerintah melakukan
devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan
masyarakat
Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi
Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili
Pembentukankesatuan aksi berupa Front Pancasila yang selanjutnya lebih
dikenal dengan Angkatan 66untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan
30 September 1965
Kesatuan aksi Front Pancasila pada 10 Januari 1966 di depan gedung
DPR-GR mengajukan tuntutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
1.
Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
2.
Pembersihan Kabinet Dwikora
3.
Penurunan Harga-harga barang.
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan
Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya
untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September
1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub)
Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang
sedang bergejolak tak juga berhasil
Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit
dikendalikan.
-
Tindakan
pengemban Supersemar
a. Sebagai
tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto
sebagai pengemban Supersemar segera mengambil tindakan untuk menata kembali
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
b. Tanggal
12 Maret 1966, dikeluarkanlah surat keputusan yang berisi pembubaran dan
larangan PKI beserta ormas-ormasnya yang bernaung dan berlindung atau senada
dengannya, beraktivitas dan hidup di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan
tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS
No.1/3/1966 tangal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran PKI beserta
ormas-ormasnya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat karena
merupakan salah satu realisasi dari Tritura.
c. Tanggal
18 Maret 1966 pengemban Supersemar mengamankan 15 orang menteri yang dinilai
tersangkut dalam G 30 S/PKI dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam
Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966.
d. Tanggal
27 Maret pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan
untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk di dalam kabinet ini
adalah mereka yang jelas tidak terlibat dalam G 30 S/PKI.
e. Membersihkan
lembaga legislatif dimulai dari tokoh-tokoh pimpinan MPRS dan DPRGR yang diduga
terlibat G 30 S/PKI. Sebagai tindak lanjut kemudian dibentuk pimpinan DPRGR dan
MPRS yang baru. Pimpinan DPRGR baru memberhentikan 62 orang anggota DPRGR yang
mewakili PKI dan ormas-ormasnya.
f. Memisahkan
jabatan pimpinan DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak
lagi diberi kedudukan sebagai menteri. MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G 30
S/PKI. Seperti halnya dengan DPRGR, keanggotaan PKI dalam MPRS dinyatakan
gugur. Sesuai dengan UUD 1945, MPRS mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
daripada lembaga kepresidenan.
-
Sidang
MPR beserta hasilnya
Tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966
diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut.
·
Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang
Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
·
Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur
Kedudukan Lembaga- Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
·
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang
Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.
·
Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966
tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
·
Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang
Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.
·
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang
Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia.
·
Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi
Terlarang di Indonesia.
-
Soekarno
menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto
Bertempat di Istana Negara, Presiden
Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintah Indonesia kepada Pengemban Ketetapan
MPRS No. IX Tahun 1967, Jenderal TNI Soeharto. Peristiwa itu terjadi pada 22
Februari 1967. Sebelumnya, pada 20 Februari 1967, Presiden Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka, yang
secara de facto menjadikan Soeharto sebagai kepala pemerintahan Indonesia. Setelah
MPRS mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, serta mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dalam sebuah sidang istimewa, Soeharto pun diangkat menjadi Presiden
RI.
B. Kebijakan pemerintahan ORBA dalam
bidang politik dalam negeri
-
Pembentukan Kabinet Pembangunan
-
Pembubaran PKI dan Organisasi massanya
-
Penyederhanaan Partai Politik
-
Dilaksanakan Pemilihan Umum
-
Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
-
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4)
Dampak positif dan negatif politik
dalam negeri
-
Dampak negatif
·
Terbentuk pemerintahan orde baru yang
bersifat otoriter,dominatif, dan sentralistis.
·
Otoritarianisme merambah segenap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan
politik yang sangat merugikan rakyat.
·
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan
pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar
menjadi alatpolitik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2
partailainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negarademokrasi.
·
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan
hanya dijadikan topenguntuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak.
Dalam setiappemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
·
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan
pada KKN(Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk
diMPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
·
Kebijakan politik teramat birokratis,
tidak demokratis, dancenderung KKN.
·
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke
sendi-sendikehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yangseharusnya
masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI danPolri. Dunia bisnis
tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
·
Kondisi politik lebih payah dengan
adanya upaya penegakanhukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan
untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadilipara
konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
-
Dampak Positif
·
Pemerintah mampu membangun pondasi yang
kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya
perannegara dalam masyarakat.
·
Situasi keamanan pada masa Orde Baru
relatif aman dan terjagadengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua
tindakan dansikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
·
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan
agar pemerintah dapatmengontrol parpol.
C. Kebijakan pemerintah ORBA dalam
bidang politik luar negeri
Pada
masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali
dipulihkan. Dan MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan
politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus
didasarkan kepada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran
rakyat, kebenaran, serta keadilan.
·
Kembali
menjadi anggota PBB
Pada
tanggal 28 Desember 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan
pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi
anggota pada tahun 1955-1964. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut
baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini
ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk
masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkanhubungan dengan sejumlah
negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara-negara lainnya yang
sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
·
Normalisasi
Hubungan dengan Negara lain
Pemulihan Hubungan dengan Singapura
Dengan
perantaraan Dubes Pakistan untuk Myanmar, Habibur Rachman, hubungan Indonesia
dengan Singapura berhasil dipulihkan kembali.[rujukan?] Pada tanggal 2 Juni
1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura
kepada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.[rujukan?] Dan pemerintah Singapura
menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan
Indonesia.
Pemulihan Hubungan dengan Malaysia
Normalisasi
hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan di
Bangkok pada 29 Mei- 1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok. Isi
perjanjian tersebut adalah:
-
Rakyat Sabah diberi kesempatan
menegaskan kembali keputusan yang telah merekaambil mengenai kedudukan mereka
dalam Federasi Malaysia.
-
Pemerintah kedua belah pihak menyetujui
pemulihan hubungan diplomatik.
-
Tindakan permusuhan antara kedua belah
pihak akan dihentikan.
Dan
pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan
Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh Adam Malik (Indonesia) dan
Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pembekuan Hubungan dengan RRC
Pada
tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan
diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC). Keputusan tersebut dilakukan
karena RRC telah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dengan cara
memberikan bantuan kepada G 30 S PKI baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun
sesudah terjadinya pemberontakan tersebut. Selain itu pemerintah Indonesia
merasa kecewa dengan tindakan teror yang dilakukan orang-orang Cina terhadap
gedung, harta, dan anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di
Peking. Pemerintah RRC juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G
30 S PKI di luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya
kembali PKI. Melalui media massanya RRC telah melakukan kampanye menyerang Orde
Baru. Dan pada 30 Oktober 1967 Pemerintah Indonesia secara resmi menutup
Kedutaan Besar di Peking.
D. Kemajuan dan kekurangan
pemerintahan ORBA
Kemajuan pemerintahan Orde Baru
·
Perkembangan GDP per kapita Indonesia
yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.565
·
Sukses transmigrasi
·
Sukses KB
·
Sukses memerangi buta huruf
·
Sukses swasembada pangan
·
Pengangguran minimum
·
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun)
·
Sukses Gerakan Wajib Belajar
·
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
·
Sukses keamanan dalam negeri
·
Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia
·
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan
cinta produk dalam negeri
Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru
·
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
·
Pembangunan Indonesia yang tidak merata
dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
·
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah
daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
·
Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertamanya
·
Bertambahnya kesenjangan sosial
(perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
·
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non
pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
·
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
·
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai
oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
·
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan
keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
·
Tidak ada rencana suksesi (penurunan
kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
·
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia
yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde
Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.[rujukan?]
·
Menurunnya kualitas tentara karena level
elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak
buah.
·
Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih
dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
E. Keadaan keamanan Negara
Situasi
keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena
pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila.
F. Faktor penyebab runtuhnya ORBA
-
Krisis
Politik
Demokrasi
yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah
disebutkan bahwa“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya
oleh MPR”. Padadasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat
tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de
facto (dalam kenyataannya) anggotaMPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan
(nepotisme).Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya
kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang
menimbulkan munculnyagerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR
yang dipandang sarat dengan nuansaKKN.
-
Krisis
Hukum
Pelaksanaan
hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan
-
Krisis
Ekonomi
Krisis
moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata
belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia
berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
-
Krisis
Kepercayaan
Demontrasi
di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.Puncak aksi para
mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta.Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan
setelahtertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana,
Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.Tragedi Trisakti itu
telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus danmasyarakat yang
menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat
G. Kronologi jatuhnya kekuatan
Soeharto
-
22 Januari ’98 : Melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS hingga mencapai 17000.
-
2 February ’98 : Presiden Soeharto
mengangkat Wiranto sebagai panglima ABRI.
-
10 Maret ’98 : Soeharto kembali terpilih
menjadi presiden yang ke-7 kalinya, di dampingi wakilpresiden B.J Habibie.
-
4 Mei ’98 : Harga bahan bakar minyak
naik hingga 71%.
-
9 Mei ’98 : Presiden Soeharto berangkat
ke kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan negara-negara berkembang.
-
12 Mei ’98 : Tragedi Trisakti, 4 orang
mahasiswa Trisakti tewas.
-
13 Mei ’98 : Kerusuhan massa terjadi di
Jakarta dan Solo. Soeharto memutuskan
untuk kembali ke Indonesia.
-
14 Mei ’98 : Demonstrasi bertambah besar
hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia.
-
18 Mei ’98 : Ketua MPR/DPR, ketua umum
Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mundur dari jabatannya, mahasiswa
menduduki gedung MPR/DPR.
-
19 Mei ’98 : Presiden Soeharto berbicara
di depan TVRI ia menyatakan tidak akan mengundurkan diri, tetapi akan merombak
kabinet dan membentuk komite reformasi.
-
20 Mei ’98 : Amien Rais membatalkan
rencana demonstrasi besar-besaran di monas karena di jaga ketat.
-
21 Mei ’98 : Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya pukul 19.00 WIB, wakil presiden B.J Habibie menjadi
presiden yang baru.